Translate

Selasa, 18 Maret 2014

Penerapan Filsafat Pendidikan Pancasila dalam Pelaksanaan Pembelajaran di Sekolah

Penerapan Filsafat Pendidikan Pancasila dalam Pelaksanaan Pembelajaran di Sekolah



OLEH
FARENTY SIREGAR
(7103141047)




FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS NEGERI MEDAN
2012
KATA PENGANTAR

Puji syukur yang dalam saya sampaikan ke hadiran Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat kemurahanNya saya dapat menyelesaikan tugas makalah mata kuliah Filsafat Pendidikan ini dengan lancar dan tepat waktu. Adapun tugas makalah ini berisikan tentang “Penerapan Filsafat Pendidikan Pancasila dalam Pelaksanaan Pembelajaran di Sekolah”.
“Tak ada gading yang tak retak”. Saya menyadari sepenuhnya akan kemampuan yang masih terbatas, sehingga masih banyak kekurangan yang terdapat dalam makalah ini dan hasilnya belum dapat dikatakan sempurna. Oleh karena itu, masukan, kritik dan saran yang sifatnya membangun saya nantikan dalam rangka kesempurnaan makalah ini. Dan dengan ini kami berharap makalah ini dapat memberikan dampak baik bagi para pembaca semua.



                                                                                              MEDAN,     DESEMBER 2012



                                                                                                            FARENTY

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR…………………………………………………………………………………………………………………………..2
DAFTAR ISI………………………………………………………………………………………………………………………………………3
BAB I PENDAHULUAN………..……………………………………………………………………………………………………………4
BAB II PEMBAHASAN
1.       FILSAFAT PANCASILA: LANDASAN FILSAFAT PENDIDIKAN INDONESIA…………………….6
2.       Metode Belajar dan Mengajar…………………………………………………………………………………..8
3.       Mentalitas Pendidik……………………………………………………………………………………………………9
4.       Penerapan Filsafat Pancasila Dalam Pendidikan……………………………………………………..…10
BAB III PENUTUP……………………………………………………………………………………………………………………………13
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………………………………………………………………………….14











BAB I
PENDAHULUAN
Filsafat dimulai dengan rasa ingin tahu dan dengan rasa ragu-ragu. Berfilsafat didorong untuk mengetahui apa yang telah diketahui dan apa yang belum diketahui. Karakteristik berfikir filsafat adalah sifat menyeluruh. Seorang ilmuwan tidak puas hanya mengenal ilmu dari segi pandang ilmu itu sendiri, tapi ingin melihat hakikat ilmu dalam konstelasi pengetahuan yang lainnya.
Dalam kehidupan manusia filsafat tidak terpisahkan, karena sejarahnya yang panjang kebelakang zaman dan juga karena ajaran filsafat malahan menjangkau masa depan umat manusia dalam bentuk-bentuk ideology. Pembangunan dan pendidikan yang dilakukan oleh suatu bangsa pun bersumber pada inti sari ajaran filsafat. Oleh karena itu filsafat telah menguasai kehidupan umat manusia, manjadi norma negara, menjadi filsafat hidup suatu bangsa.
Filsafat adalah suatu lapangan pemikiran dan penyelidikan manusia yang amat luas (komprehensif). Filsafat menjangkau semua persoalan dalam daya kemampuan pikir manusia. Filsafat mencoba mengerti, menganalisis, menilai dan menyimpulkan semua persoalan-persoalan dalam jangkauan rasio manusia, secara kritis, rasional dan mendalam. Kesimpulan-kesimpulan filsafat manusia yang selalu cenderung memiliki watak subjektivitas. Faktor inilah yang melahirkan aliran-aliran filsafat, perbedaan-perbedaan dalam filsafat.
Berdasarkan uraian diatas dapatlah diuraikan pengertian filsafat tersebut. Filsafat berasal dari bahasa Yunani “ philosophos”. “Philos” atau “philein” berarti “mencintai”, sedangkan “sophos” berarti “ kebijaksanaan “. Maka filsafat merupakan upaya manusia untuk memenuhi hasratnya demi kecintaannya akan kebijaksanaan. Namun demikian,, kata “kebijaksanaan” ternyata mempunyai arti yang bermacam-macam  yang mungkin berbeda satu dengan yang lainnya, satu pendapat mengartikan kebijaksanaan dalam konteks luas, yaitu melibatkan kemampuan untuk memperoleh pengertian tentang pengalaman hidup sebagai suatu keseluruhan, penekanannya pada kemampuan untuk mewujudkan pengetahuan itu dalam praktik kehidupan yang nyata. Ada  yang mengartikan filsafat dalam arti sempit yakni sebagai “pengetahuan” atau “pengertian” saja.
Defenisi Filsafat menurut beberapa ilmuwan :
  1. Plato : Filsafat adalah pengetahuan tentang segala yang ada.
  2. Aristoteles : Filsafat menyelidiki tentang sebab dan asas segala benda.
  3. Al Kindi : Filsafat merupakan kegiatan manusia yang bertingkat tinggi, merupakan pengetahuan dasar mengenai hakikat segala yang ada sejauh mungkin bagi manusia.
  4. Al Faraby : Filsafat merupakan ilmu [pengetahuan tentang alam maujud dan bertujuan menyelidiki hakikat yang sebenarnya.
  5. Ibnu Sina/ Avicenna : Filsafat dan metafisika  sebagai suatu badan ilmu tidak terbagi. Fisika mengamati yang ada sejauh tidak bergerak. Metafisika memandang yang ada sejauh itu ada.
  6. Immanuel Kant : Filsafat itu pokok dan pangkal segala pengetahuan.
Dapat disimpulkan filsafat adalah ilmu pengetahuan hasil pemikiran manusia dari seperangkat masalagh mengenai ketuhanan, alam semesta dan manusia sehingga diperoleh budi pekerti. Adapun tujuan berfilsafat adalah untuk mencari kebenaran sesuatu baik dalam logika (kebenaran berfikir), etika (berperilaku),mauun metafisika (hakikat keaslian).
Manfaat mempelajari Filsafat :
  1. Mendidik dan membangun diri.
  2. Memberikan kebiasaan  dan kepandaian untuk melihat dan memecahkan problem sehari-hari
  3. Memberikan pandangan yang luas, membendung akuisme dan akusentrisme.
  4. Latihan untuk berfikir sendiri
  5. Memberikan dasar-dasar baik untuk kehidupan pribadi maupun untuk ilmu-ilmu pengetahuan lainnya.








BAB II
PEMBAHASAN
1. FILSAFAT PANCASILA: LANDASAN FILSAFAT PENDIDIKAN INDONESIA
PENGERTIAN  FILSAFAT  PENDIDIKAN
Eksistensi suatu bangsa adalah eksis dengan ideology atau filsafat hidupnya, maka demi kelangsungan eksistensi itu dilakukan pewarisan nilai ideology itu kepada generasi selanjutnya. Jalan yang efektif untuk  itu hanya melalui pendidikan, kesadaran moral dan sikap mental yang menjadi kriteria manusia ideal dalam system nilai suatu bangsa bersumber pada ajaran filsafat yang dianut. Untuk menjamin supaya pendidikan itu benar dan prosesnya efektif, maka  dibutuhkan landasan filosofis dan landasan ilmiah sebagai asas normativ dan pedoman pelaksanaan pembinaan.
Menurut Hasan Langgulung, filsafat pendidikan merupakan teori atau ideology pendidikan yang muncul dari sikap filsafat seorang pendidik dari pengalaman-pengalaman dan pendidikan. Jadi, filsafat pendidikan adalah ilmu pendidikan yang bersendikan filsafat atau filsafat yang diterapkan dalam usaha pemikiran dan pemerahan mengenai masalah pendidikan.
Pendidikan adalah pelaksanaan dari ide filsafat. Ide filsafat yang memberi kepastian bagi nilai peranan pendidikan. Seorang filsuf Amerika, Jhon Deway mengatakan bahwa filsafat itu adalah teori umum dari pendidikan, landasan dari semua pikiran mengenai pendidikan.
PENGERTIAN  FILSAFAT  PANCASILA
Pancasila yang dibahas secara filosofis disini adalah Pancasila yang butir-butirnya termuat dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 yang tertulis dalam alinia ke empat. Dijelaskan bahwa Negara Indonesia didasarkan atas Pancasila. Pernyataan tersebut menegaskan hubungan yang erat antara eksistensi negara Indonesia dengan Pancasila. Lahir, tumbuh dan berkembangnya negara Indonesia ditumpukan pada Pancasila sebagai dasarnya. Secara filosofis ini dapat diinterpretasikan sebagai pernyataan mengenai kedudukan Pancasila sebagai jati diri bangsa.
Melihat dari beragamnya  kebudayaan yang terdapat dalam bangsa Indonesia maka proses kesinambungan dari kehidupan bangsa merupakan tantangan yang besar. Demi perkembangan kebudayaan Indonesia selanjutnya dituntut adanya rumusan yang jelas yang mampu  berperan sebagai pemersatu bangsa sehingga cirri khas bangsa Indonesia menjadi nyata.
Jadi, Pancasila mengarahkan seluruh kehidupan bersama bangsa, pergaulannya dengan bangsa-bangsa lain dan seluruh perkembangan bangsa Indonesia dari waktu kewaktu. Namun dengan diangkatnya Pancasila sebagai jati diri bangsa Indonesia tidak berati bahwa Pancasila dengan nilai-nilai yang termuat didalamnya sudah terumus dengan teliti dan jelas, juga tidak berarti pancasila telah merupakan kenyataan didalm kehidupan bangsa Indonesia. Pancasila adalah pernyataan tentang jati diri bangsa Indonesia.
FILSAFAT DALAM PENDIDIKAN DAN MANFAATNYA
Secara sederhana filsafat pendidikan ialah nilai dan keyakinan-keyakinan filosofis yang menjiwai, mendasari dan memberikan identitas (karakteristik) suatu system pendidikan. Artinya filsafat pendidikan adalah jiwa, roh dan kepribadian system pendidikan nasional.
Sebagaimana dinyatakan dimuka, eksistensi suatu bangsa adalah eksistensi dan ideology atau filsafat hidupnya, maka demi kelansungan eksistensi itu ialah dengan mewariskan nilai-nilai ideology itu kepada generasi selanjutnya. Adalah realita bahwa jalan dan proses yang efektif untuk ini hanya melalui pendidikan. Setiap masyarakat, setiap bangsa melaksanakan aktivitas pendidikan secara prinsipiil untuk membina kesadaran nilai-nilai filosofis nasional bangsa itu, baru sesudah itu untuk pendidikan aspek-aspek pengetahuan dan kecakapan-kecakapan lain.
Pendidikan sebagai suatu usaha membina dan mewariskan kebudayaan, mengemban satu kewajiban yang luas dan menentukan prestasi suatu bangsa, bahkan tingkat sosio-budayanya. Sehingga pendidikan bukanlah usaha dan aktivitas spekulatif semata-mata. Pendidikan secara fundamental didasarkan atas asas-asas filosofis dan uilmiah yang menjamin pencapaian tujuan yakni meningkatkan perkembangan sosio-budaya bahkan martabat bangsa, kewibawaan dan kejayaan negara.
Sedangkan filsafat pendidikan sesuai peranannya, merupakan landasan filosofis yang menjiwai seluruh kebijaksanaan dan pelaksanaan pendidikan. Adapun hubungan fungsional antara filsafat dan teori pendidikan dapat diuraikan :
  1. Analisa filsafat merupakan salah satu cara pendekatan yang digunakan oleh para ahli pendidikan dalam memecahkan problematika pendidikan. Aliran filsafat tertentu akan mempengaruhi dan memberikan bentuk serta corak tertentu terhadap teori-teori pendidikan yang dikembangkan atas dasar aliran filsafat tersebut.
  2. Filsafat berfungsi memberikan arah agar teori pendidikan yang telah dikembangkan ahlinya dapat mempunyai relavansi dengan kehidupan nyata.
  3. Filsafat pendidikan mempunyai fungsi untuk memberikan petunjuk dalam pengembangan teori-teori pendidikan menjadi ilmu pendidikan atau pedagogic.
MUATAN  FILSAFAT DALAM PANCASILA DAN HUBUNGANNYA DENGAN PENDIDIKAN
Dalam Filsafat Pancasila terdapat banyak nilai-nilai luhur yang menjadi ciri khas dan perekat bangsa Indonesia. Filsafat yang terkandung didalam pancasila harus disoroti dari titik tolak pandangan yang holistic mengenai kenyataan  kehidupan bangsa yang beranekaragam. Ini menekankan pada semangat Bhineka Tunggal Ika, semangat ini diharapkan mendasari seluruh kehidupan bangsa Indonesia. Yaitu adanya kesatuan didalam keaneka ragaman yang ada.
Dari penjelasan itu dapat dinyatakan bahwa Bhineka Tunggal Ika adalah inti Filsafat Pancasila. Kerinduan bangsa Indonesia akan terwujudnya kesatuan didalam pengalaman akan kepelbagaian tersebut merupakan cerminan kerinduan umat manusia sepanjang zaman.
Menurut Drijarkara, 1980  Pancasila adalah inheren (melekat) kepada eksistensi manusia sebagai manusia, lepas dari keadaan  yang terntu pada kongretnya. Sebab itu dengan memandang kodrat manusia “qua valis’ (sebagai manusia), kita juga akan sampai ke Pancasila.
Hal ini digambarkan melalui sila-sila dalam Pancasila. Notonagoro, 1984 dalam kaitannya menyebutkan “ kalau dilihat dari segi intisarinya, urut-urutan lima sila Pancasila menunjukkan suatu rangkaian tingkat dalam luasnya isi, tiap-tiap sila yang lima sila dianggap maksud demikian, maka diantara lima sila ada hubungannya yang mengikat yang satu kpada yang lain, sehingga Pancasila merupakan satukesatuan yang bulat.
Adapun hubungannya dengan pendidikan bahwa bagi bangsa Indonesia keyakinan atau pandangan hidup bangsa, dasar negara Republik Indonesia ialah Pancasila. Karenanya system pendidikan nasional wajarlah dijiwai, didasari, dan mencerminkan identitas Pancasila itu. Sistem pendidikan nasional dan system filsafat pendidikan  Pancasila adalah sub system dari system negara Pancasila. Dengan kata lain system negara Pancasila wajar tercermin dan dilaksanakan di dalam berbagai subsistem kehidupan nasional bangsa Indonesia secara keseluruhan.
Tegasnya tiada system pendidikan nasional tanpa filsafat pendidikan. Jadi, jelas bahwa  tidak mungkin system pendidikan nasional Pancasila dijiwai dan didasari oleh system pendidikan yang lain, kecuali Filsafat Pendidikan Pancasila. 
2. Metode Belajar dan Mengajar
            Sebagai pelestari kebudayaan dan pembentuk karakter bangsa, sistem pendidikan menjadi garis depan penanaman nilai-nilai Pancasila pada seluruh rakyat Indonesia. Namun, metode pendidikan kuno, dengan teknik menghafal dan memuntahkan ulang hafalan, jelas tidak lagi bisa digunakan untuk mendidik bangsa sesuai dengan ideologi bangsa. Dengan kata lain, kita harus melakukan dekonstruksi sekaligus rekonstruksi pada metode pendidikan Pancasila yang tengah dilaksanakan sekarang ini.
            Saya menyarankan diberlakukannya metode dialektik-kritis di dalam mengajar dan belajar Pancasila di Indonesia. Metode ini berpijak pada pola berpikir klasik tesis-antitesis-sintesis yang sudah dikembangkan oleh Sokrates, dan disempurnakan oleh Hegel dan para filsuf kontemporer. Inti dari metode ini adalah berusaha menabrakkan idealitas pikiran manusia dengan realitas hidup sehari-hari, lalu mencoba untuk mencari kemungkinan-kemungkinan untuk melakukan perubahan ke arah yang lebih baik. Kelebihan dari metode ini adalah kemampuannya untuk mampu menampung aspek negativitas dunia sekaligus harapan-harapan akal budi kita tentang dunia yang lebih baik, mampu merumuskan langkah-langkah praktis untuk menciptakan perubahan, serta kemampuannya untuk terus berubah menyesuaikan diri dengan situasi yang ada.
            Praktisnya begini, berikan pandangan normatif yang berpijak pada nilai-nilai Pancasila, misalnya oleh Ketuhanan yang berperikemanusiaan. Lalu, berikan beberapa kasus di koran ataupun televisi yang terkait langsung dengan konsep Ketuhanan yang berperikemanusiaan tersebut yang telah terjadi di Indonesia. Lalu, diskusikan apa yang telah terjadi, dan “mengapa” itu terjadi. Pada bagian penutup, berikan kemungkinan-kemungkinan melakukan sintesis (kesimpulan sementara), serta langkah-langkah praktis yang bisa diambil untuk mendorong perubahan ke arah yang lebih baik. Terapkan model ini dalam setiap perjumpaan di kelas.
3. Mentalitas Pendidik
            Metode sebagus apapun, materi sedalam apapun, tidak akan berguna, jika sang guru tidak memiliki mentalitas pendidik. Saya setidaknya melihat ada lima bentuk mentalitas yang perlu dipeluk oleh setiap guru, terutama guru-guru yang terlibat langsung dalam pengajaran Pancasila. Mentalitas ini juga terkait erat dengan upaya menajamkan penerapan sekaligus pendidikan Pancasila dengan menggunakan perspektif filsafat.
            Mentalitas pertama adalah guru yang menghargai setiap pendapat muridnya, seganjil apapun pendapat itu. Sekolah adalah komunitas pembelajar. Guru dan murid adalah dua pihak yang sedang belajar bersama untuk memperluas sekaligus memperdalam pengetahuan. Kesalahan menjawab suatu pertanyaan seringkali merupakan titik tolak untuk membuka lahan-lahan pemikiran baru, atau proses untuk selangkah lebih maju, guna menemukan jawaban yang lebih tepat. Proses semacam inilah yang harus sungguh dihargai oleh seorang pendidik.
            Mentalitas kedua adalah mentalitas demokratis tanpa pernah terjatuh ke dalam anarki, atau kekacauan kelas, dimana segala hal diperbolehkan, dan otoritas lenyap. Ini sebenarnya langsung terkait dengan mentalitas ketiga, yakni mentalitas otoritas tanpa menjadi guru yang otoriter. Seorang pendidik sejati haruslah peka pada tegangan-tegangan tipis semacam ini, sehingga sekolah dan kelas sungguh menjadi komunitas pembelajar yang tidak hanya menambah ilmu, tetapi juga menyenangkan, dan membentuk karakter.
            Mentalitas keempat adalah apa yang saya sebut sebagai mentalitas komunikatif. Seorang pendidik sejati mengajar dengan menggunakan contoh-contoh yang praktis, sekaligus juga dengan bahasa sehari-hari yang mudah dimengerti. Dengan ini, bahan yang ia kuasai, misalnya soal Pancasila, bisa sungguh hidup, dan terasa persentuhannya dengan kehidupan manusia sehari-hari. Mentalitas komunikatif inilah yang tampaknya mulai lenyap di dalam dunia pendidikan kita.
            Mentalitas kelima adalah apa yang sebut sebagai keberanian untuk membuat terobosan. Apapun teorinya, seorang guru harus mengajak murid-muridnya untuk melampaui teori tersebut, dan berusaha membuat cara pandang baru. Pendidik sejati mengajak peserta didiknya untuk belajar bersama untuk melampaui apa yang sudah ada. Dalam arti ini, belajar adalah suatu petualangan intelektual untuk melakukan terobosan-terobosan yang bermakna.
            Pancasila bukanlah sekedar rumusan kering sisa-sisa masa lalu, melainkan roh sekaligus fondasi utama bangsa Indonesia. Pancasila bukanlah pasal-pasal mati yang mesti dihafal, melainkan sebuah realitas yang perlu untuk terus ditafsir semakin luas dan semakin dalam dengan menggunakan kerangka berpikir filsafati, sehingga mampu menjadi inspirator perilaku bangsa Indonesia setiap harinya. Untuk itu, proses pendidikan Pancasila haruslah menjadi proses yang menantang untuk berpikir, berguna untuk menjelaskan apa yang terjadi, serta mendorong tindakan-tindakan perubahan ke arah yang lebih baik, sesuai dengan konteks yang ada. Jadi, apa lagi yang kita tunggu?
4. Penerapan Filsafat Pancasila Dalam Pendidikan

Sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 2 UU RI No.2 Tahun 1989 bahwa pendidikan nasional berdasarkan pancasila dan UUD 1945. Hal tersebut sejalan dengan Ketetapan MPR RI No. II/MPR/1978 tentang P4 menegaskan pula bahwa Pancasila adalah jiwa seluruh rakyat indonesia, kepribadian bangsa Indonesia, pandangan hidup bangsa Indonesia, dan dasar negara Indonesia. Berdasarkan peraturan perundangan tersebut jelaslah bahwa pancasila adalah Landasan Filosofi Sistem Pendidikan Nasional.
Pendidikan nasional merupakan suatu sistem yang memuat teori praktek pelaksanaan pendidikan yang berdiri di atas landasan dan dijiwai oleh filsafat bangsa yang bersangkutan guna diabdikan kepada bangsa itu untuk merealisasikan cita-cita nasionalnya.
Sedangkan Pendidikan Nasional Indonesia adalah suatu sistem yang mengatur dan menentukan teori dan pratek pelaksanaan pendidikan yang berdiri di atas landasan dan dijiwai oleh flisafat bangsa Indonesia yang diabdikan demi kepentingan bangsa dan negara Indonesia guna memperlancar mencapai cita-cita nasional Indonesia.
Sehingga Filsafat pendidikan nasional Indonesia dapat didefinisikan sebagai suatu sistem yang mengatur dan menentukan teori dan praktek pelaksanaan pendidikan yang berdiri di atas landasan dan dijiwai oleh filsafat hidup bangsa “Pancasila” yang diabdikan demi kepentingan bangsa dan negara Indonesia dalam usaha merealisasikan cita-cita bangsa dan negara Indonesia.
 Ketika berbicara pendidikan maka kita akan berbicara mengenai definisi pendidikan. Pendidikan merupakan aktifitas rasional yang membedakan manusia dengan makhluk hidup lainnya. Hewan juga “belajar” tetapi lebih ditentukan oleh instinknya. Manusia belajar dengan otaknya melalu rangkaian kegiatan menuju pendewasaan untuk mencapai kehidupan yang lebih berarti.
Pendidikan merupakan pilar utama terhadap perkembangan manusia dan masyarakat bangsa tertentu. Karena itu diperlukan sejumlah landasan dan asas-asas tertentu dalam menentukan arah dan tujuan pendidikan. Beberapa landasan pendidikan yang sangat memegang peranan penting dalam menentukan tujuan pendidikan adalah landasan filosofis, sosiologis, dan kultural, Selanjutnya landasan ilmiah dan teknologi akan mendorong pendidikan untuk menjemput masa depan.
Kita baru saja menyaksikan pendidikan di Indonesia gagal dalam praktek berskala makro dan mikro yaitu dalam upaya bersama mendalami, mengamalkan dan menghayati Pancasila. Lihatlah bagaimana usaha nasional besar-besaran selama 20 tahun (1978-1998) dalam P-7 (Pembinaan Pendidikan Pelaksanaan Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila) berakhir kita nilai gagal menyatukan bangsa untuk memecahkan masalah nasional suksesi kepresidenan secara damai tahun 1998, setelah krisis multidimensional melanda dan memporakporandakan hukum dan perekonomian negara mulai pertengahan tahun 1997, bahkan sejak 27 Juli 1996 sebelum kampanye Pemilu berdarah tahun 1997. itu adalah contoh pendidikan dalam skala makro yang dalam teorinya tidak pas dengan Pancasila dalam praktek diluar ruang penataran. Mungkin penatar dan petatar dalam teorinya ber-Pancasila tetapi didalam praktek, sebagian besar telah cenderung menerapkan Pancasila Plus atau Pancasila Minus atau kedua-duanya. Itu sebabnya harus kita putuskan bahwa P-7 dan P-4 tidak dapat dipertanggungjawabkan, setidak-tidaknya secara moral dan sosial. Mari kita kembali berprihatin sesuai ucapan Dr. Gunning yang dikutip Langeveld (1955).“Praktek tanpa teori adalah untuk orang idiot dan gila, sedangkan teori praktek hanya untuk orang-orang jenius”.
Ini berarti bahwa sebaiknya pendidikan tidak dilakukan kecuali oleh orang-orang yang mampu bertanggung jawab secara rasional, sosial dan moral. Sebaliknya apabila pendidikan dalam praktek dipaksakan tanpa teori dan alasan yang memadai maka hasilnya adalah bahwa semua pendidik dan peserta didik akan merugi. Kita merugi karena tidak mampu bertanggung jawab atas esensi perbuatan masing-masing dan bersama-sama dalam pengamalan Pancasila. Pancasila yang baik dan memadai, konsisten antara pengamalan (lahiriah) dan penghayatan (psikologis) dan penataan nilai secara internal. Dalam hal ini kita bukan menyaksikan kegiatan (praktek) pendidikan tanpa dasar teorinya tetapi suatu praktek pendidikan nasional tanpa suatu teori yang baik.
Pendidikan sebagai gejala sosial dalam kehidupan mempunyai landasan individual, sosial dan kultural. Pada skala mikro pendidikan bagi individu dan kelompok kecil beralngsung dalam skala relatif tebatas seperti antara sesama sahabat, antara seorang guru dengan satu atau sekelompok kecil siswanya, serta dalam keluarga antara suami dan isteri, antara orang tua dan anak serta anak lainnya. Pendidikan dalam skala mikro diperlukan agar manusia sebagai individu berkembang semua potensinya dalam arti perangkat pembawaanya yang baik dengan lengkap.
Pancasila sebagai dasar dan landasan berbagai kehidupan bangsa lahir pada era kemerdekaan. Nilai-nilai yang terkandung dalam pancasila sebenarnya sudah sejak dulu telah mendasari aspek-aspek kehidupan bangsa Indonesia. Hal tersebut tergambar dari kehidupan bernegara pada masa Kerajaan Majapahit dan Sriwijaya.Pada era kebangkitan bangsa nilai-nilai pancasila telah menggugah kesadaran nasionalime bangsa dalam memperjuangkan kemerdekaan.
Pancasila sebagai sistem filsafat adalah pengungkapan dan penelaahan dunia fisik dan dunia riil secara sistemik (menyeluruh) dan sistematis (teratur, tersusun rapi). Pancasila memberi ajaran tata hidup manusia budaya secara harmonis. Pancasila adalah filsafat keselarasan.
Pancasila sebagai sistem filsafat juga mempunyai ajaran-ajaran tentang metafisika dan ontologi Pancasila, aksiologi Pancasila dan logika Pancasila.
Pokok-pokok fikiran Pendidikan Nasional adalah:
1. Pendidikan Nasional berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 dan disebut sistem Pendidikan Pancasila
2. Tujuan pendidikan nasional adalah untuk meningkatkan ketakwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, kecerdasan, keterampilan, mempertinggi budi pekerti, memperkuat kepribadian dan mempertebal semangat kebangsaan agar dapat memperkuat kepribadian dan mempertebal semangat kebangsaan
3. Fungsi pendidikan nasional Indonesia adalah untuk mengembangkan warga negara Indonesia, baik sebagai pribadi maupun anggota masyarakat, mengembangkan bangsa Indonesia dan mengembangkan kebudayaan Indonesia
4. Unsur-unsur pokok pendidikan nasional adalah pendidikan pancasila, pendidikan agama, pendidikan watak dan kepribadian, pendidikan bahasa, pendidikan kesegaran jasmani, pendidikan kesenian, pendidikan ilmu pengetahuan, pendidikan keterampilan, pendidikan kewarganegaraan dan pendidikan kesadaran bersejarah.
5. Asas-asas pelaksanaan pendidikan nasional Indonesia adalah asas semesta, asas pendidikan seumur hidup, asas tanggung jawab bersama, asas pendidikan, asas keselarasan dan keterpaduan dengan ketahanan nasional dan wawasan nasional, asas Bhineka Tunggal Ika, Asas keselarasan, keseimbangan dan keserasian, asas manfaat adil dan merata.














BAB III
PENUTUP

Filsafat pendidikan nasional Indonesia dapat didefinisikan sebagai suatu sistem yang mengatur dan menentukan teori dan praktek pelaksanaan pendidikan yang berdiri di atas landasan dan dijiwai oleh filsafat hidup bangsa “Pancasila” yang diabdikan demi kepentingan bangsa dan negara Indonesia dalam usaha merealisasikan cita-cita bangsa dan negara Indonesia.
 Ketika berbicara pendidikan maka kita akan berbicara mengenai definisi pendidikan. Pendidikan merupakan aktifitas rasional yang membedakan manusia dengan makhluk hidup lainnya. Hewan juga “belajar” tetapi lebih ditentukan oleh instinknya. Manusia belajar dengan otaknya melalu rangkaian kegiatan menuju pendewasaan untuk mencapai kehidupan yang lebih berarti.
Pendidikan merupakan pilar utama terhadap perkembangan manusia dan masyarakat bangsa tertentu. Karena itu diperlukan sejumlah landasan dan asas-asas tertentu dalam menentukan arah dan tujuan pendidikan. Beberapa landasan pendidikan yang sangat memegang peranan penting dalam menentukan tujuan pendidikan adalah landasan filosofis, sosiologis, dan kultural, Selanjutnya landasan ilmiah dan teknologi akan mendorong pendidikan untuk menjemput masa depan.










DAFTAR PUSTAKA


Tim Pengajar. 2012. Filsafat Pendidikan. Medan: UNIMED.
http://forumsejawat.wordpress.com/2010/10/28/filsafat-pancasila-landasan-filsafat-pendidikan-indonesia/
http://rumahfilsafat.com/2012/07/23/filsafat-pendidikan-pancasila/
http://www.godangisina.com/2012/04/penerapan-filsafat-pancasila-dalam.html



2 komentar:

  1. Toko Mesin · Jual Mesin · Susu Listrik · Portal Belanja Mesin Makanan, Pertanian, Peternakan & UKM · CP 0852-576-888-55 / 0856-0828-5927

    BalasHapus
  2. maaf kak, sumber filsafat-pendidikan-pancasila sama penerapan-filsafat-pancasila-dalam pendidikan yang benarnya mana ya?

    BalasHapus